Patah
“Tuhan tidak pernah berjanji bahwa hidupmu akan selalu baik-baik saja.
Tapi untuk hidupmu, Tuhan pasti akan beri yang terbaik.
Pun dalam perihal pasangan, mungkin kau pernah merasa begitu
disia-siakan oleh seseorang. Kau rela berbagi waktumu, meniadakan rasa lelahmu
karena kau tahu kuatmu ialah dengannya. Meski pada akhirnya kau bukanlah menjadi
tujuannya, kau hanya sebagai jalan, bukan rumah.
Hingga nanti kau harus bersiap diri jika Tuhan memperkenankanmu
bersanding dengan seseorang yang mampu menggenggam tanganmu seerat itu, merasa
dicintai sehebat itu, dan diinginkan sedahsyat itu.
Dan akhirnya air matamu tak terbendung, karena menyadari betapa Tuhan
begitu menyayangimu. Sampai-sampai Dia harus mematahkanmu, demi membuatmu
mengerti bahwa itu adalah cara-Nya untuk menyelamatkanmu dari seseorang yang
salah.”
@febrmdhn
Saat saya menemukan tulisan tersebut
di Instagram, rasanya ingin menangis karena begitu indah. Menyadari bahwa apa
yang ditulis itu sangat nyata. Nyata.
Pun ketika saya me-repost itu di Instagram
story, beberapa teman mengirimkan direct message yang serius. Menyatakan memang
bahwa itu memang indah, pernyataan setuju, mengucapkan terimakasih karena sudah
me-repost tulisan itu, dan sejenisnya. Mungkin ada sisi menguatkan dan saling
menguatkan.
Tidak ada satupun di kehidupan
ini yang akan berjalan mulus, tanpa cela, tanpa luka, tanpa lara, tanpa kecewa.
Tidak ada. Dan saya pun percaya bahwa Tuhan akan berikan yang terbaik untuk
manusia. Bagaimanapun bentuknya, kapan saatnya, kita sadari atau tidak dan seterusnya.
Yang bahaya adalah kita merasa menjadi makhluk paling sedih di dunia, paling tidak
beruntung, merasa paling diperlakukan tidak adil, sedangkan, jika kita mau meredam
sedikit ego kita dan melihat keluar, pasti ada yang kondisinya tidak ‘sebaik’
kita. Wang sinawang.
Saat saya merasa menjadi orang
yang paling patah hati di dunia, merasa paling gagal, merasa sangat ceroboh dan
bodoh, tetapi setelah semuanya tenang, ya hati, ya pikiran, ya keadaan, saya
paham, bahwa memang Tuhan sudah menggariskan saya untuk melewati hal pahit itu.
Memang saya. Ya saya yang dipilihNya untuk bisa merasakan baik buruk bahagia
sedih lalu patah hati dan kecewa sampai berkeping, habis, habis perasaan saya,
habis hati ini, tapi saya jalani. Beruntung punya circle yang sangat menguatkan
saya saat itu sampai sekarang. Memang tidak perlu banyak orang untuk mensupport
kita, quality over quantity.
Saat kemudian Tuhan memberikan
hadiah, obat, jawaban atas luka dan cobaan yang pernah dialami, maka di situlah
harusnya kita sadar bahwa memang segala sesuatu itu ada kaitannya. Sebab dan akibat.
Ada maksudnya. Ada artinya. Yang diperlukan hanyalah bersabar dan percaya.
Bahwa semua akan baik-baik saja. Dan semua yang ada di dunia ini bukan milik
kita, hanya titipan. Hingga suatu saat nanti diambil oleh pemilikNya, kita
harus siap. Tidak mudah sih menerapkan hal itu, tapi memang tergantung kita mau
bagaimana menjalani hidup ini. Bebas, asal tidak merugikan yang lain (itu
penting).
Well, jangan mudah putus asa.
Yakinlah bahwa semua akan baik-baik saja. Semua sudah ada ‘garisnya’. Tinggal
menjalani dan meyakini apa yang akan kita pilih dan lakukan. Komitmen, usaha,
percaya, berdoa atau apapun sebutannya, dan tenggang rasa. Ada yang kurang? Boleh
ditambahin sendiri. Asal dijalani lho, hehe…
Sampai bertemu kembali. Cheers.
Comments