Hanya Malam Random Yang Lain
Sekarang jam
saya 10.31 malam. Sedang berada di kamar saya. Di dekat atap rumah. Ujung.
Letaknya yang di atas membuat dingin malam ini lebih merasuk dengan cantiknya.
Saya sedang ada waktu luang. Sebenarnya lebih tepat jika dikatakan meluangkan
waktu. Meluangkan waktu untuk kembali mengetik, apapun. Apapun yang saya ingin
ketik, apapun yang ingin saya bagikan di sini. Saya tidak pelit. Saya senang
asal dia senang, apa sih....
Hari ini,
tanggal 8 Agustus 2012. Rabu. Rabu malam. Ibu saya belum tidur. Masih nonton tv
di lantai bawah. Nonton acara ulang tahun rcti kalau tidak salah. Saya sudah
pamit tidur. Tapi tiba-tiba saya ingin mengetik sesuatu di sini. (ketikan ini
diiringi dengan alunan dik Lani yang sedang menyublim jadi Frau, memainkan
mesin penenun hujan, lagu yang pas di saat hati dan hari-hari saya sedang abu).
Kamu apa kabar? Semoga baik ya. Sekarang sedang bulan puasa, tapi saya lagi gak
puasa sih, jadi ya memang ngaco kalimat saya barusan, gak ada sangkut pautnya
dengan prolog tadi, hahahaa..lupakan.
Tahukah kamu?
Bahwa malam ini adalah malam yang random. Saya agak lelah dengan rutinitas
saya. Selain memang ada siklus bulanan yang turut berpartisipasi dalam
mensukseskan pegal dari ujung kuku sampai ujung ubung. Beberapa hari ini saya
merasa bahwa saya sedang benar-benar diuji. Ujian ini lebih random dari ujian
pendadaran atau ujian SIM. Pekerjaan yang (hampir) selalu ada death-line-nya, kehidupan
pribadi yang sangat kompleks, lingkungan tempat saya bergaul. Fuh, rasanya saya
ingin konsultasi pribadi kepada orang yang saksesss multiskill baik di
kehidupan pribadi, kerja, pergaulan, dan lain-lainnya. Sepertinya saya ingin
membelah diri agar bisa melakukan ini itu dengan rapi dan sistematis. Tapi
ternyata kemampuan saya belum seperti oom saya yang multitasking husband.
Hahaa...
(oke sekarang
playlist saya dengan Sir Dandy Harrington – juara dunia / cerita tentang Chris
John juara dunia, wahahaha random sekali lagu-lagunya tapi saya suka). Oke,
kembali ke masalah multitasking. Sepertinya kadang saya menginginkan sehari itu
36 jam. Agar saya punya cukup waktu untuk keluarga saya, cukup untuk bekerja
dengan maksimal, cukup untuk mengurus urusan percintaan saya, dan tentunya cukup
untuk tidur. Kadang ibu saya menegur bahwa saya harus makan yang cukup,
istirahat yang cukup, ya maklum, setiap bangun tidur pasti keliatan kalau saya
kurang tidur. Apalagi kantung mata permanen ini tidak kunjung menipis, yang ada
teksturnya semakin menjadi dan boom! Semua orang bilang, mbok dikasih timun,
mbok tidur yang cukup, mbok ini mbok itu... mbok saya dapat cuti setahun 24
kali biar bisa ilang kantung mata nya, hahahaaa... kidding. Saya kadang ingin
pergi ke teman saya yang sudah psikolog atau sekedar tukar pikiran dengan teman
satu jurusan psikologi yang kira-kira bisa tahu secara mendasar dan ilmiah
dengan apa yang saya rasakan, dan syukur-syukur dapat solusinya. Kadang untuk
sekedar berbicara panjang lebar atas bawah saja yang tidak bisa. Mungkin lebih
tepatnya agak susah menemukan waktu yang pas untuk melakukan itu.
Saya manusia
juga sih. Punya batas normal dalam kapasitas berpikir, bertindak, merasa, dan
sebagainya. Semuanya ada kapasitasnya. Mungkin saya ambisinya besar untuk
melakukan segala sesuatunya sesuai dengan keinginan saya, padahal mungkin
tenaga dan waktunya kurang bersahabat. Atau kadang saya berpikir, ataukan
manajemen kehidupan saya kurang benar? Sehingga masih ada saja bagian dalam
hidup saya ini yang saya belum bisa melakukannya dengan maksimal. Menurutmu
bagaimana?
Saya sangat
bersyukur dengan apa yang Allah berikan kepada saya, kepada orang-orang yang
saya cintai, kepadamu, bahwa kita masih bisa hidup di dunia nyata ini sampai
sekarang, sampai saya menuliskan ini dan kemudia kamu membacanya dengan ikhlas
padahal tulisan saya ngaco kesana kemari. Kadang (lagi) saya suka merasa,
apakah saya kurang bersyukur dengan apa yang sudah diberikan Sang Maha Baik dan
Ganteng Cantik itu kepada saya? Bisa jadi. Saya mengakui bahwa kadang saya
kurang bersyukur dengan apa yang saya terima. Kalau saja saya sedang sedih,
galau akan percintaan atau akademis, pasti saya akan nemplok ke Allah, mengadu.
Tapi ketika saya mendapatkan sesuatu, saya kadang ’lupa’ dengan Dia Yang Ada di
Mana Saja Itu. Sampai sekarang saya masih galau. Bukan galau biasa, akan
tetapi, galau yang menyaratkan bahwa saya sebenarnya bisa mengatasi kerancuan
manajemen dalam hidup saya kalau saya mau peka dengan aturan main dari Allah.
Saya seharusnya bisa. Saya harus bisa. Kalau orang lain saya pandang bisa
melakukan ini dan itu dengan bersamaan dan semuanya terlihat seimbang, minimal
saya bisa melakukan juga karena saya pikir saya manusia juga, sama dengan
mereka yang hebat bisa melakukan banyak hal dalam sekali raupan. Apakah saya
ambisius? Saya rasa iya. Apakah ada yang salah? Menurut saya sampai sekarang
belum. Atau mungkin nanti saya akan menemukan kesalahan dalam metode ini, saya
tidak tahu. Gak perlu membayangkan sampai galau kronis, jalani saja yang ada,
tetap punya tujuan, dan optimis kalau bisa. Apakah saya terlihat sok kuat dan
sok bisa? Tidak tahu sih, itu penilaian orang terhadap saya, bebas. Bebas
seperti kita menilai lagu itu enak atau tidak. Saya santai.
Hey guys,
tahu sekarang jam berapa? Jam 11.19 malam. Dan saya baru mendapatkan satu
tulisan random (untuk kesekian kalinya random). Besok kembali kerja. Pekerjaan
yang saya sukai. Kalau sudah suka, mau diapakan. Seperti aku suka kamu, kalau
sudah suka kamu, mau diapakan, gak bisa nolak orang yang suka dengan kita kan
walaupun kita tidak membalasnya. Naaahhh, jadi random maksimal dan membuatmu
ingin tahu lagi kan tentang apa yang tulis barusa. Iya, kepo is the new sosis
so nice. Sama-sama saya tidak suka, tidak tahu apa tujuan dan manfaatnya dari
ingin mengetahui urusan orang lain secara dramatis dan membicarakan seakan itu
adalah hot news mengalahkan Amerika Serikat yang krisis ekonmoni. Terserah sih.
Saya suka kamu membaca tulisan ini, urusan mau dibicarakan seperti apa, itu
juga terserah. Kita berbagi apa saja yang bisa dan boleh dibagi. Ini ceritaku,
apa ceritamu? (yak sponsor)
Have a good day, dear tragedy. Cheers.
Comments