Teh Tawar di Kedai Kopi Kedua

Beberapa saat yang lalu, saya hampir lupa punya janji dengan salah satu teman sekantor saya, untuk berdiskusi cantik tentang pekerjaan yang sekarang saya lakoni. Teman saya tersebut memang sengaja ingin bertanya-tanya, karena punya keinginan untuk mencoba bidang yang saya tekuni sekarang. Singkat cerita, sampailah di hari H di mana kami sepakat akan ngobrol. Saat kami akan pergi, ternyata dua orang teman kami yang lain sedang selow dan mau ikut. Kami senang, jadilah kami ber-empat pergi ke suatu kedai kopi di sekitaran Tebet. Saya menyetiri adik adik lucu yang dewasa. 


Sepanjang jalan kami bercerita banyak hal. Sampai di tujuan, ternyata susah dapat parkiran, akhirnya pindah haluan ke kedai kopi daerah Tebet yang lain. Dapat parkir. Senang. Kami turun dan masuk ke kedai kopi. Kami semua pesan teh tawar herbal di kedai kopi. Jangan tanya kenapa. Kami hanya ingin gratisan satu pak teh celup lainnya yang bisa kami bawa pulang. HAHA !

Mulailah bercerita sana sini tentang 'training'. Ntah si teman saya yang ingin pindah haluan di training ini puas dengan jawaban saya atau tidak, saya tidak tahu, haha... Yang penting saya jawab semuanya, sesuai apa yang saya pahami secara profesional. Di sela-sela kami berempat ngobrol, tentu yang dibahas tidak hanya tentang job description saya sebagai 'training manager' tapi juga kami pun membahas apa yang sebenarnya mereka mau di waktu yang akan datang. Saya mendengarkan mereka. Anak-anak yang lebih muda beberapa tahun, ada yang jaraknya agak dekat dengan umur saya, ada yang lumayan jauh. Ntah kenapa, saya senang dengan apa yang mereka ceritakan. Apa passionnya, apa goalsnya, apa yang dilakukan setelah resign, dan lain sebagainya. Saya suka, karena mereka tahu apa yang mereka sukai, apa yang ingin mereka cari. Bukan sekedar gaji (ya memang pasti cari gaji), tapi bukan sekedar ingin menjalankan rutinitas biasa yang itu-itu saja. Mereka ingin ada hal lain, mencoba hal baru, bahkan ada yang ingin menjadi consultant (jika ku tak salah ingat). Hey hey hey, anak muda sudah ada kepikiran untuk jadi consultant, hebat banget ! salute. 


Satu orang akhirnya pamit karena sudah dijemput. Tinggal bertiga. Waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB. Kebetulan saya memang sedang punya banyak waktu, sehingga kami-pun masih berlanjut di sana. Cerita ini dan itu, jarang membicarakan orang (gosip). Topik bahasannya adalah seputar hobi, pekerjaan, event, dan lain lain. Sesekali sambil nyomot brownies yang dibeli karena lapar mata akibat diskon 50%. Bukan, bukan mau basi. Tapi promo saja, ahaha.. Kesana kemari bicara banyaaak sekali. Sampai akhirnya ntah dapat wangsit apa. Saya tiba-tiba bicara serius dengan mereka berdua.


'Aku merasa kena toxic jika ada itu'. Seketika salah satu teman saya bilang : 'itu yang aku mau bahas sama Ibu waktu kita di kantin lagi makan indomie rebus telor! inget gak?'. 


Kujawab : enggak. Maapin. haha....


Saya tidak bisa membagikan banyak hal secara detail di sini. Namun, yang ternyata menjadi kegusaran saya selama ini mengenai sesuatu yang menurut saya 'toxic' dirasakan juga oleh kedua teman saya itu. Kami merasa bahwa terkadang ada banyak hal yang membuat kami menjadi jahat, atau kami perasaannya tidak enak, hanya karena 'mendengar'. Saya ulangi, hanya-sekedar-mendengar.


Sampai pada kesimpulan malam itu bahwa, terkadang tidak semua hal saya harus tahu. Saya tidak harus dengar, saya tidak harus selalu diikutkan karena memang gak ada efeknya apa-apa. Beda jika memang saya punya peran di situ pasti saya senang hati terlibat. Namun, untuk banyak hal yang tidak penting seperti 'membicarakan kejelekan orang lain', akhirnya saya merasa : ini harus mulai dieliminasi, dari saya sendiri. Walaupun saya tidak bisa mengerem orang lain untuk melakukan hal yang sama, tapi paling tidak saya yang mulai untuk mengerem. Tidak mudah ingin tahu untuk hal yang bukan urusan saya, dan lain lain. Namun, di sisi lain tetap berkawan dan bersosialisasi dengan santai, dengan siapa saja. 


Malam itu adalah saat di mana kami menjadi orang yang cukup jujur dengan apa yang dirasakan. Menghormati apa yang kami inginkan satu sama lain. Memahami apa yang dulu menjadi masa lalu. Apa yang sebaiknya dilakukan agar tidak saling menyakiti. Bahwa bisa membedakan mana urusan pribadi dan pekerjaan. Menyenangkan sekali.

Sampai pada saatnya pulang jam 23.00 WIB, setelah tragedi lapar dan makan nasi goreng malam-malam, saya mengantarkan mereka berdua pindah kedai kopi untuk melanjutkan malam mereka dan saya pulang. Di perjalanan saya masih merinding dan bersyukur, bahwa ada orang-orang di sekitar saya yang sama-sama berusaha untuk menjalani hidup lebih baik dan menghormati orang lain tanpa melihat mereka hidupnya memilih apa (walaupun berbeda jalan dengan kita) dan seterusnya. Hari itu saya tidur lelap dan mimpi indah. 

Terimakasih teman-teman.  

Comments

Popular posts from this blog

Grafik Perasaan

Sapa Rinduku Untukmu

DISSENDIUM (Penjelasan ala Nikita Willy)