Kepleset Egois


Pernahkah terlintas keinginan untuk hidup sendiri tanpa adanya orang lain? Saya pernah. Dulu sekali. Ketika itu yang saya rasaan adalah jenuh. Ya jenuh satu-satunya kata yang paling efektif membuat saya ingin sendiri. Sendirian dalam arti tidak ingin diganggu oleh apapun, siapapun, dan saya bebas melakukan hal apapun. Saya dulu merasakan itu ketika saya menulis skripsi. Jenuh tingkat akut. Bayangkan keseharian yang hanya mengetik, membaca jurnal, membaca literature, lalu konsultasi dosen, pulang, ngerjain revisi, begitu seterusnya selama hampir 4 bulan. Saya setiap hari ke kampus, percaya gak percaya. Padahal orang skripsi kebanyakan dua seminggu sekali ketemu dosen. Kalau saya enggak, ketika saya buntu mau mengerjakan apapun, saya lari ke dosen saya, walaupun tidak jarang dosen juga lari dari anak-anak bimbingannya…hehe
Saya merasa bahwa terkadang ingin rasanya punya nafas kebebasan, udara yang penuh, udara yang masuk hidung itu bener-bener bersih tanpa kontaminasi apapun. ntah bau sate, bau kentut, atau asap kanan kiri. Sering kali saya berpikir dan kemudian bertanya, kapan tiba saatnya saya dan ornag-orang di dunia ini bisa merasakan nafas lega dan terasa bebas? mungkin kamu tahu jawabannya ;p
Kembali ke awal paragraph tadi, dulu saya pernah merasa ingin benar-benar hidup sendiri, tanpa keluarga, pacar, sahabat, teman, siapapun di dunia ini. Cuma ada saya. Saat itu yang saya butuhkan adalah ketenangan, dan memang tidak saya dapatkan sama sekali. Mau pergi, juga gak bisa karena tanggungan skripsi. Mau jalan-jalan sebentar, tidak menemukan tempat yang terjangkau untuk berdiam diri. Saya saat itu ingin diam dan melepaskan semua beban pikiran yang menyumbat kesehatan rohani saya. Dan apa yang saya temukan? ya mungkin boleh lah kita sekali-kali pergi ke tempat nyaman untuk menenangkan diri, ntah ke rumah ibadah atau ke tempat yang punya stok udara sejuk missal pantai, pegunungan, atau manapun. Pilihan kedua adalah ikhlaskan keadaan bahwa kita memang tidak bisa lepas dari orang lain. Bukan dalam artinya kita menggantungkan segala sesuatu kepada orang lain, akan tetapi lebih ke kita tidak bisa ada tanpa orang lain. Kita selalu dalam kelompok social, minimal keluarga yang paling dekat. Saat itu, ketika saya merasa jenuh, pilihan kedua yang saya ambil. Saya merasa saya sungguh egois ketika berpikir untuk ingin sejenak ada di dunia ini sendirian. Sehingga, yang saya lakukan adalah berdiam diri di kamar, menulis sesuatu, lalu mengetik sesuatu, mendengarkan music, dan bersyukur bahwa saya punya orang-orang di sekitar saya yang mencintai saya. Dengan begitu, saya lebih bisa menghargai nikmat usia dan kesempatan yang Tuhan berikan kepada saya untuk lebih dekat dengan keluarga, berbagi kesedihan, dan tentunya juga kesenangan.
hahaha…apa ya yang saya tulis tadi? lagi-lagi karena saya suka melakukan ini. Menumpahkan segala sesuatu secara reflek ke dalam sebuah tulisan. Saya menikmati ini. Dan sayapun bersyukur atas teknologi komputer dan inet, sangat membantu. Semangat terus buatmu! cheers.

Comments

Popular posts from this blog

Grafik Perasaan

Sapa Rinduku Untukmu

DISSENDIUM (Penjelasan ala Nikita Willy)