Hidup itu Multiple Choice

Pernah ngalamin suatu situasi di mana kamu pengen sesuatu tapi adaaaaaaaaaaaaaaaaaa aja halangannya? Harusnya sih pernah ye..kalo kamu belum pernah, coba tunjuk tangan terus jongkok, pegang udel sambil menghadap ke kiblat, terus email saya, kasih tips-tips kok bisa kamu gak pernah ngalamin rintangan saat kamu pengen sesuatu.


Kadang rintangan itu juga dateng bertubi-tubi. Gak cuma terima sekali dua kali ketika kita pengen sesuatu itu. Katakanlah begini. Saat ini, saya pengen beli arum manis. Tapi motor saya di-starter gak mau, digenjot susah banget dan mau nyala setelah 15 menit ngos-ngosan nggenjot. Setelah bisa jalan, motornya ngadat mati di lampu merah. Waktu ijo, saya belum selesai menghidupkan kembali motor dan harus nepi ke pinggir jalan sambil diklakson-klakson mobil dan motor ditambah pak becak yang super bawel dan sok-sok-an paling bener sendiri (padahal becak seringnya nglanggar lampu merah dan kalo jalan nengah-nengah…eerrgg…). Sampe di tempat arum manis, tutup. Bagus kan?


Tapi itu cuma andai-andai aja sih. Mungkin menurut beberapa dari kamu itu hal yang biasa aja, tapi gimana jadinya kalo ini adalah sesuatu yang bener-bener jadi impian kamu. Saya punya keinginan untuk kerja di HR (Human Resource). Secara saya kuliah di bidang yang memang menuju ke arah situ. Saya harus mati-matian (lebay) kuliah 3,5 semester dan mengerjakan tugas akhir yang alamaaaaaaaaaaaakkkkk…menguras isi perut dan jiwa saya. Tugas-tugas, praktikum, bikin laporan, penelitian, translate, paper, makalah, presentasi, jurnal, dan bla bla bla lainnya yang mungkin kamu pernah mengalami atau sedang jalani juga. Belum lagi kalo tugas yang dateng bersamaan dan gak tanggung-tanggung harus ngumpul dalam waktu sekejab (emang kita Bandung Bondowoso, bisa bikin 1000 candi, hah). Belum lagi kalo ternyata sumber nya harus ini itu, gak boleh ini, gak boleh itu, yang harus valid dan reliable dan ini itu yang berjubel lainnya. Oke, setelah 3,5 semester materi selesai, saatnya mengerjakan skripsi. Saya jadi tahu kenapa kebanyakan orang merasa skripsi itu adalah hal yang berat, ya karena hidup mati kita selama kuliah dipertaruhkan di skripsi dan pendadaran. Saya juga jadi tahu rasanya susah cari sumber buku atau penelitian yang di atas tahun 2005 atau minimal di atas tahun 2000, karena kalo penelitian itu terlalu lampau, udah basi kata sesepuh-sesepuh saya, raaarrrr..!!


Belum lagi ketika mengetik itu sering membuat punggung dan mata saya hampir keok, uhm..salut lah dengan orang yang bisa bertahan berbelas-belas jam di depan computer dengan keadaan mata sehat walafiat. Mungkin ini peran jus wortel plus jeruk dan papaya yang dulu ibuk sempet bikin untuk keluarga tapi sekarang gak lagi mengingat anak-anaknya pada sedikit huek-huek dengan rasa mix juice-nya yang aneh (menurutku, mending dimakan satu-satulah).


Saya juga sudah tahu bahwa segala sesuatu yang ingin kita capai itu butuh pengorbanan. Bahkan hingga membuat kita kadang hampir menyerah dan pasrah. Saya kadang kurang setuju dengan pasrah, karena dalam kamus saya itu pasrah yang kebanyakan orang bilang ada lebih mengacu ke “terserah kepada keadaan mau berbicara seperti apa” dan itu tanpa usaha yang keras dari si subyek. Uhm, males juga kalo filosofi pasrah jadi kayak gitu. Saya pengen jadi pegawai. Dan saya memang harus mati-matian mengisi hidup saya yang semakin lama semakin berkurang kesempatan bertahan hidupnya dengan hal-hal yang baik, tetapi saya mau jujur, kadang saya sampe buneg dan itu tadi, menyerah pada keadaan ketika saya menganggap diri saya sudah maksimal tapi ternyata belum mengdapatkan hasil yang saya harapkan. Ketika saya gagal membuat album dengan mantan band saya, rasanya ada sesuatu yang protes dalam diri saya. “hello, mana tanggungjawabmu. Katanya mau bikin album, udah ngumpulin duit dikit-dikit, rencana ini itu, bikin lirik dan lagu, dll” itu memang ada. Tapi semuanya butuh pengorbanan. Mengorbankan hal-hal yang kita sukai sekalipun demi mendapatkan tujuan yang lebih baik untuk kehidupan saya kelak. Terdengar egois pasti. Memang saya mau ngapain sih, sok-sok-an belum dapet kerjaan aja, udah main ninggalin komitmen dengan beberapa teman lagi. Tapi mau gimana lagi, untuk mengejar sesuatu, saya harus rela dan ridho melepaskan sesuatu. Karena saya pun mengakui bahwa saya bukan tipe perempuan yang bisa mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus, tapi harus konsen ke pekerjaan pekerjaan yang memang bener-bener “penting”. Atau kisah lain ketika bapak saya sakit keras dan membutuhkan biaya yang sangat sangat sangat tidak sedikit. Semua keluarga bingung, darimana mendapatkan biaya yang begitu besar dan sampai kapan bisa bertahan untuk membiayai bapak,dengan harapan bapak bisa sembuh dari sakitnya. Pilihan kami adalah ikhlaskan semuanya dan berusaha sebaik mungkin. Kami memilih pengobatan bapak adalah prioritas utama, kembali pada tujuannya, agar bapak sehat. Tidak perlu dibahas sudah berapa besar yang kami keluarkan, tapi sunggu mukjizat ketika rejeki itu selalu saja datang. Namun, mukjizat juga tidak datang bertubi-tubi, kan? Sampai suatu saat, di mana bapak tidak lagi mengalami suatu progress dari sakitnya dan kami sudah hampir saja kehabisan materi untuk biaya bapak, kami pun pasrah dan berdoa yang terbaik untuk bapak dan untuk keluarga kami. Tidak tega dengan kondisi bapak yang diberi berbagaaaaaaaai macam obat kimia dan herbal,s erta segala macam suntikan, infuse, dan lain-lain. Kasian bapak, karena harus menanggung sakit yang begitu berat, dan kami semua harus pasrah. Pasrah untuk apa saja yang dikendaki Allah SWT untuk keluarga kami. Dan Akhirnya Allah menjawabnya, ketika bapak dipanggil untuk kembali bersama-Nya. Ya, memang itu yang dikendaki, maka kita bisa berbuat apa. Pilihan pilihan yang kadang sudah kita maksimalkan sekalipun, hasilnya kadang memang tidak seperti yang kita harapkan bukan?:) tapi dengan begitu, bapak bisa hidup damai dan santai kayak di pantai di surga (amin), tanpa harus memikirkan apa yang sudah dideritanya sekian lama dan membiarkan keluarga kami hidup tanpa raganya tapi tetap dalam pengawasan, doa, dan cintanya. Uhm, mungkin beberapa dari kamu menganggap hal yang saya lakuin ini biasa aja. Tapi sebagai orang yang menjalani, ternyata hal yang terlihat sepele seperti ini, tidaklah mudah. Ketika kamu harus memilih jalan-jalan ke Asia atau kamu datang ke test kerja di Astra sebagai management trainee misalnya, menurut saya itu juga pilihan yang agak sulit. Saya juga gak mau jadi polisi moral sih, sekali lagi saya cuma mau share keadaan dan perasaan saya saja. Hidup ini memang serba pilihan. Gak mungkin kita bisa meraih semua hal dengan mulus dan lancar, bahkan kita mungkin gak bisa meraih semua hal. Kadang hidup seperti soal pilihan ganda. Ada 4 jawaban yang baik-baik semua, tetapi ada satu yang terbaik dari ke-empat itu, maka harus hati-hati dalam menjatuhkan jawaban. Saya pilih A, karena menurut saya B, C, dan D kurang tepat bagi saya. Mungkin kamu gak cuma 4, bisa 5, 6 ,7 dan 199. Tapi mungkinkah kamu menjalani 199 pilihan hidup dengan maksimal? Ya dicoba saja..hehe…selamat memilih-milih jalan hidup ya, dan semoga semua berhasil dengan baik, amin amin amin. Cheers.

Comments

ndronkz said…
tur kadang2 essay... :D
wandan said…
@mas adi-kah ini?: hehehe...ya bebas lah mau pilihan ganda, menjodohkan, essay, apa mengisi titik titik..mencongak juga boleh, hahahahahah:)
ndronkz said…
sing jelas pilihan sing bener urung mesti apik atawa penak :D

Popular posts from this blog

20(13)

Patah

Sapa Rinduku Untukmu